1. Gunung Cartenz, Papua
Di lerengnya saja, suhu bisa mencapai 10 derajat Celcius. Makin dekat dengan puncak, suhu bisa sampai 0 derajat Celcius! Tak heran hipotermia dan AMS ( Acute Mountain Sickness alias sakit ketinggian ) menjadi kendala utama dalam pendakian.
Oksigen yang tipis membuat semua pendaki mudah lelah, serta mudah mengalami halusinasi dan pusing kepala. Tapi jika mencapai puncak Cartenz, berarti Anda berhasil mendaki satu dari Seven Summits.
Ya, puncak Cartenz adalah salah satu dari tujuh titik tertinggi di dunia!
2. Gunung Latimojong, Sulawesi Selatan
Sebagai gunung tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan, Latimojong adalah gunung dengan kemegahan yang tak terelakkan. Gunung ini punya tujuh puncak, yang tertinggi bernama Rante Mario di ketinggian 3.680 Mdpl.
Medan yang dilewati cukup berat. Treknya curam, dan melewati hutan hujan nan lebat yang membuat kabut semakin pekat. Semakin mendaki, semakin udara dingin menusuk kulit. Terkadang Anda harus melewati derasnya sungai hanya dengan berjalan di atas kayu tipis di atasnya.
Di beberapa titik, para pendaki juga harus meniti pinggiran jurang dan berpegangan erat pada akar - akar pohon. Jangan lupa pakai sarung tangan jika tak ingin terluka! Mencapai puncaknya butuh perjuangan ekstra keras.
Setelah melewati beberapa bukit dan hutan lebat, Anda masih dihadapkan dengan tebing yang punya kemiringan ekstrim. Beberapa di antaranya mencapai 70 derajat! Oleh karena itu dibutuhkan beberapa peralatan separti tali - temali untuk bisa memanjatnya.
3. Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam
Empat jalur yang ada di Gunung Leuser dibuka langsung oleh tim Wanadri. Satu di antara mereka meninggal ketika menyeberangi sungai yang luar biasa deras. Sepertinya hal ini cukup membuat banyak orang merasa Gunung Leuser punya kesulitan tingkat tinggi untuk didaki.
Sebagai bagian Taman Nasional Gunung Leuser, puncak tertinggi gunung ini ada di ketinggian 3.404 Mdpl. Untuk menuju puncaknya, dibutuhkan waktu 9 - 10 hari tergantung cuaca dan kondisi fisik pendaki. Dikali dua jika dihitung perjalanan pulang. Pun sebelum mencapai puncak, Anda harus melewati tujuh gunung lagi!
Di hari ke - 8 Anda akan tiba di Bipak Kaleng. Dinamakan begitu karena terdapat banyak kaleng bekas, sisa makanan yang didrop oleh helikopter bagi pendaki yang kehabisan perbekalan. Tapi tenang saja, dari sini, perjalanan 'hanya' 7 - 8 jam lagi menuju puncak. Mayoritas vegetasi di Gunung Leuser adalah hutan hujan dengan tingkat kerapatan dan kelembaban yang tinggi.
Harimau dan badak Sumatera masih banyak ditemukan di sini. Karena medan yang membahayakan, para pendaki harus mengurus perizinan dari beberapa pihak termasuk Kapolres Aceh Tenggara, juga surat keterangan pendakian dan surat keterangan dokter.
4. Gunung Raung, Jawa Timur
Gunung Raung menduduki tiga wilayah yakni Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi. Puncaknya berada di ketinggian 3.332 Mdpl, dilengkapi kaldera berbentuk lonjong dengan kedalaman sekitar 500 meter. Di awal pendakian, jalanan berkelok dengan kontur naik - turun hingga ketinggian sekitar 1.600 Mdpl.
Setelah itu, pendakian mulai sulit. Trek semakin terjal, dan jalur semakin sulit terlihat. Semak - semak pun tumbuh sangat lebat. Puncak Raung disebut 'Puncak Sejati'. Untuk mencapainya, para pendaki harus melakukan panjat tebing dengan tali - temali. Treknya sangat sulit, dengan jurang di sebelah kiri dan kanannya.
Terlepas dari itu, Gunung Raung juga terkenal angker. Hal ini bisa dilihat dari nama - nama posnya, yaitu Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin.
5. Gunung Kerinci, Jambi
Gunung Kerinci adalah gunung tertinggi di Sumatera, 3.805 Mdpl. Gunung ini masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat ( TNKS ). Trek awalnya cukup mudah, melewati ladang dan perkebunan punya penduduk setempat.
Semakin mendaki, trek akan semakin terjal hingga akhirnya sangat curam. Yang juga menjadi kesulitan, yaitu larangan bagi pendaki untuk bermalam di ketinggian kurang dari 1.500 Mdpl. Hal ini karena banyaknya binatang buas yang masih berkeliaran, seperti harimau Sumatera.
Binatang - binatang ini akan menghindari udara dingin di malam hari, dan beristirahat di bawah ketinggian tersebut. Dengan trek yang terjal itu, hal ini tentunya menyulitkan para pendaki yang keletihan. Ketika tengah berkutat dengan trek terjal, angin dingin pun senantiasa menghampiri.
Para pendaki pun jadi cepat lelah dan menggigil, membuat seluruh tubuh menjadi kaku. Tak jarang hujan es pun terjadi, sehingga hiportermia menjadi hal yang sangat mungkin terjadi
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar